Rabu, 01 Desember 2010

Keanekaragaman Hayati Modal Daya Saing


Cibinong, Kompas - Tingginya tingkat keanekaragaman hayati Indonesia merupakan modal peningkatan kemandirian dan daya saing. Hal itu dinyatakan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Umar Anggara Jenie pada peringatan hari Keanekaragaman Hayati Internasional, Sabtu (22/5).
”Keanekaragaman hayati Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia. Indonesia memiliki lebih dari 38.000 jenis tumbuhan, 55 persen di antaranya tumbuhan yang hanya dapat ditemukan di Indonesia. Pada tiap 10.000 kilometer persegi lahan di Jawa, terdapat 2.000–3.000 jenis tumbuhan. Pada tiap 10.000 km persegi lahan di Kalimantan dan Papua terdapat lebih dari 5.000 jenis tumbuhan,” kata Umar.
Keanekaragaman hayati itu, menurut Umar, merupakan aset yang tidak ternilai harganya. Alih-alih termanfaatkan maksimal untuk penemuan obat atau pemuliaan benih dan penemuan alternatif bahan pangan, keanekaragaman hayati tererosi dari waktu ke waktu. Umar mengingatkan, Guinness Book of Record edisi 2008 mencatat, Indonesia sebagai pemegang rekor deforestasi tertinggi di dunia.
”Antara tahun 2000 dan 2005, 1,8 juta hektar hutan hancur per tahun, setara 51 km persegi per hari,” ujarnya.
Jika dikonversikan, dalam satu menit, luas hutan yang hancur setara dengan luas enam lapangan bola. Dengan klaim pemerintah laju deforestasi berkurang menjadi 1,17 juta per hektar pada 2003–2006, tiap hari ada 32 kilometer persegi hutan hancur.
Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, penyebab utama erosi keanekaragaman hayati Indonesia adalah alih fungsi hutan. ”Budidaya monokultur mengubah hutan yang berisi berbagai jenis tumbuhan menjadi hanya satu jenis. Pemanfaatan lahan hutan untuk permukiman juga memusnahkan beragam jenis tumbuhan dan satwa,” kata Siti.
Laju deforestasi tidak mampu diimbangi para peneliti yang berupaya mengungkapkan manfaat berbagai spesies tumbuhan dan hewan bagi kesejahteraan manusia. ”Banyak jenis hayati yang masih di hutan belum diketahui manfaatnya. Namun, hutannya telanjur beralih fungsi. Padahal, tumbuhan yang belum dikenali itu bisa jadi merupakan sumber obat di masa depan. Sekali sebuah spesies punah, tidak bisa dimunculkan kembali,” kata Siti.
Untuk memperingati hari Keanekaragaman Hayati Internasional, 22 Mei 2010, LIPI dan Musyawarah Pimpinan Daerah Kabupaten Bogor menanam 300 bibit 76 jenis tanaman lokal Indonesia. Ketua panitia Mustaid Siregar menyatakan, pohon yang ditanam merupakan jenis pohon asal Kalimantan dan ditanam di lokasi Ecopark Bioregion Kalimantan.
Kawasan Ecopark seluas 32 hektar dibagi menjadi tujuh kawasan bioregion-Sumatera, Kalimantan, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Ketujuh bioregion ditanami lebih dari 11.000 pohon— 600 lebih jenis asli Indonesia. Ecopark itu bagian dari Cibinong Science Center LIPI seluas 189,9 hektar. (ROW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar