Minggu, 31 Oktober 2010

Yudhoyono dan PM Norwegia Akan Buka Konferensi Iklim Oslo

ANTARA NEWS

27-05-10 01:21
REDD News

Oslo (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg dijadwalkan membuka dan memimpin Konferensi Iklim dan Kehutanan Oslo, di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo ,Kamis.

Dalam pembukaan konferensi itu --yang dijadwalkan pada pukul 09.00 waktu setempat atau 14.00 WIB-- kedua kepala pemerintahan akan memberikan sambutan sekitar kurang lebih 10 menit.

Konferensi Iklim dan Kehutanan yang merupakan tindak lanjut dari konferensi serupa di Paris awal 2010 itu akan mengambil tema "Kemitraan Global Iklim dan Kehutanan: Di Masa Depan".

Menurut Presiden, konferensi yang dijadwalkan dihadiri oleh perwakilan lebh dari 50 negara itu akan membahas upaya mengatasi perubahan iklim melalui sektor kehutanan,

"Saya bersama tuan rumah PM Stotenberg akan menjadi co-chair (ketua bersama, red) dalam pertemuan multilateral itu dan utamanya kami menggagas yang disebut dengan interim redplus partnership arrangement," kata Presiden.

Konferensi tersebut bertujuan memfasilitasi kemitraan sukarela antara negara maju dan negara berkembang yang memiliki hutan tropis untuk pelaksanaan mekanisme pengurangan emisi dari penggundulan dan perusakan hutan di negara berkembang (REDD+).

Pertemuan di Oslo tersebut diharapkan menghasilkan kesepakatan rinci mengenai mekanisme REDD+ yang bisa segera diterapkan.

Menurut Kepala Negara, mekanisme itu merupakan terobosan antara negara maju dan negara berkembang untuk bekerja sama di bidang kehutanan dan perubahan iklim sebelum nantinya UNFCCC menghasilkan sesuatu yang lebih konkret.

Hal itu merupakan kelanjutan dari COP 15 yang dilaksanakan di Kopenhagen, Denmark, penghujung 2009, dimana salah satu dokumen yang diakui ada 1 pasal tentang pengelolaan hutan.

"Pasal itu disamping mewajibkan negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis untuk melakukan pengelolaan, juga secara eksplisit dikatakan ada insentif yang diberikan kepada negara-negara yang melakukan pengelolaan hutan lestari itu," kata Yudhoyono.

Dalam konferensi itu juga akan ditayangkan pesan video dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.

Di hari yang sama , Kepala Negara dijadwalkan untuk melakukan pertemuan dengan Direktur Eksekutif UNEP --Badan PBB urusan Lingkungan Hidup-- Archim Steiner dan UNDP --Badan PBB Urusan Program Pembangunan-- Helen Clark.

Presiden melakukan kunjungan kerja ke Norwegia pada 26-28 Mei 2010. Dalam rombongan terdapat antara lain Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Terdapat juga tiga kepala daerah, yaitu Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk, Gubernur Papua Barnabas Suebu, serta Gubernur Riau Rusli Zainal. (G003/A011)

Original Link : www.antaranews.com/berita/1274934341/yudhoyono-dan-pm-norwegia-akan-buka-konferensi-iklim-oslo

Basis Pengurangan Emisi di Provinsi

KOMPAS BY SUHARTONO

27-05-10 00:51
REDD News

Lahan gambut di wilayah Riau tetap mudah terbakar meski sudah beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit. Foto sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau, pekan lalu, oleh Greenpeace, yang disampaikan pada konferensi pers di Jakarta, Senin (15/6).

OSLO, KOMPAS.com - Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan menyatakan, basis pelaksanaan program kegiatan pengurangan emisi dari penggundulan dan perusakan hutan (reduction of emmisions from deforestation and degradation/REDD+) akan dipusatkan di wilayah provinsi. Namun, untuk penetapan provinsi mana saja yang akan ditetapkan sebagai pusat kegiatan REDD+, wilayahnya akan ditetapkan bersama antara pemerintah RI dan Kerajaan Norwegia.
Provinsi mana saja yang akan dijadikan pusat kegiatan, akan ditetapkan bersama oleh pemerintah RI dan Norwegia.
-- Zulkifli Hasan

Hal itu diungkapkan Zulkifli Hassan menjawab pers, seusai makan siang di sela-sela Konferensi mengenai Perubahan Iklim dan Hutan (Oslo Climate and Forest Conference/OCFC) di Hamelkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia, Kamis (27/5/2010) siang waktu setempat atau malam hari waktu Indonesia Bagian Barat.
"Basis kegiatannya akan dipusatkan di provinsi. Namun, provinsi mana saja yang akan dijadikan pusat kegiatan, akan ditetapkan bersama oleh pemerintah RI dan Norwegia," tandas Zulkifli
Menurut Zulkifli, Kementerian Kehutanan akan mengusulkan sejumlah provinsi untuk ditetapkan sebagai pusat kegiatan REDD+. "Salah satunya adalah Kampar, Riau, yang luas hutan gambutnya mencapai 700.000 hektar dan mencapai kedalaman 3-12 meter. Kawasan itu akan kita ajukan restorasi," kata Zulkifli.

Wilayah lain yang akan diusulkan adalah di Malino, Kalimantan Timur dan kawasan penyanggah Sungai Kapuas Taman Nasional Kaen Mentarang, Kalimantan Barat, yang berbatasan dengan Malaysia. "Pilihan lainnya yang akan diajukan adalah hutan gambut di kawasan food estate di Papua Barat, yang kedalamannya mencapai 1-2 meter," kata Zulkifli.

Zulkifli menegaskan, berdasarkan Letter of Intent (LoI) tentang kerja sama RI dan Norwegia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestrasi dan degradasi hutan, disyaratkan selama dua tahun kawasan tersebut, dilakukan moratorium atau larangan dibuka perizinannya untuk dilakukan konversi bagi lahan industri.

"Kawasan hutan industri juga tidak boleh lagi dilakukan konversi untuk apa pun, terkecuali direstorasi agar bisa menyerap gas karbon dan menghasilkan oksigen (O2). "Pengukuran penyerapan emisi gas dan produksi O2-nya akan diukur dengan alat standar yang digunakan di Brazilia yang telah menerapkan REDDI lebih dulu," tambah Menhut.

Original Link : sains.kompas.com/read/2010/05/27/21123330/Basis.Pengurangan.Emisi.di.Provinsi

Sabtu, 30 Oktober 2010

RI-Norwegia Sepakat Kerjasama Konservasi Hutan

ANTARA NEWS

26-05-10 01:30
REDD News


Nota kesepakatan antara kedua negara ditandatangani di Oslo, Rabu sore usai pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan PM Norwegia Jens Stoltenberg.

Presiden Yudhoyono menyambut baik penandatanganan kerjasama tersebut.

"Indonesia memahami pentingnya melakukan hal ini untuk menghadapi tantangan global menghadapi perubahan iklim," kata Presiden.

Lebih jauh Kepala Negara mengatakan sebagai negara berkembang dan negara kepulauan dengan 17.000 pulau, maka masyarakat Indonesia juga sangat merasakan dampak perubahan iklim tersebut.

"Negara kami dikaruniai kekayaan alam yang sangat kaya, dan kami memahami hutan dan laut kami memegang peranan penting dalam usaha-usaha mencegah perubahan iklim," katanya.

Presiden kembali mengingatkan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 26 persen hingga 2020 dan dengan dukungan internasional mencapai angka yang lebih tinggi.

Kepala Negara menghargai komitmen Norwegia untuk bersama-sama dengan Indonesia mengimplementasikan program REDD+ dan mendorong program itu dalam kerangka kerja UNFCC.

Sementara itu PM Norwegia Jens Stoltenberg mengatakan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi hingga 26 persen merupakan langkah pemimpin yang penting dalam proses global menghadapi perubahan iklim.

"Konferensi iklim dan hutan di Oslo berangkat dari Copenhagen Accord`s yang menekankan pentingnya REDD+ sebagai salah satu upaya mencegah perubahan iklim," katanya.

Norwegia, menurut Stoltenberg, menilai emisi akibat perusakan hutan merupakan 18 persen dari total gas emisi dalam global Greenhouse gas emissions.

"Sebagai negara yang memiliki hutan, Norwegia berkomitmen hal ini menjadi fokus dalam usaha mencegah perubahan iklim. Saya sangat senang mengumumkan kesepakatan kerjasama antara Indonesia dan Norwegia," katanya.

Kerjasama Indonesia dan Norwegia dalam kerangka REDD+ akan terbuka bagi negara lain. Dana yang disediakan akan digunakan bagi peningkatan kemampuan Indonesia dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

Kerjasama ini akan menyediakan dana tambahan bagi investasi yang memungkinkan adanya usaha mikro kecil dan menengah bagi masyarakat lokal dalam proyek pembangunan berkelanjutan termasuk pinjaman bagi masyarakat dengan bunga rendah agar perkebunan mereka berkembang.

Juga akan diberikan insentif bagi petani kelapa sawit yang menggunakan lahan terlantar dan bukan membuka lahan baru bagi pengembangan usaha mereka. Program percontohan akan dimulai di satu atau dua provinsi hingga kemudian bersifat nasional.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu sore waktu Oslo, bertemu dengan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg .

Dalam pertemuan yang berlangsung di Hagestuen Goverment Guest House tersebut, kedua pemimpin membicarakan mengenai peningkatan hubungan bilateral kedua negara khususnya kerjasama di bidang kehutanan.

Pertemuan berlangsung pukul 15.00 waktu setempat atau pukul 20.00 WIB. Pertemuan selama 30 menit itu diakhiri dengan penandatanganan Letter of Intent mengenai kerjasama kedua negara di bidang kehutanan.

LOI ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim.

Sementara itu Presiden Yudhoyono dan PM Stoltenberg menyaksikan penandatangan tersebut.

Sebelumnya dalam perjalanan menuju Oslo, Kepala Negara mengatakan Indonesia sangat serius dalam menjaga hutan tropis sebagai salah satu paru-paru dunia. Karena itu Presiden mengajak semua pihak di dalam negeri bersama-sama mencapai tujuan tersebut.(*)

(L.G003*P008/R009)

Original Link : www.antaranews.com/berita/1274889309/ri-norwegia-sepakat-kerjasama-konservasi-hutan

Presiden ke Oslo, Hadiri Konferensi Iklim

ANTARA NEWS

24-05-10 21:37
REDD News

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menghadiri konferensi internasional membahas iklim dan hutan di Oslo, Norwegia, 26-27 Mei atas undangan PM Norwegia Jens Stoltenberg.

"Konferensi yang dihadiri perwakilan dari 40 hingga 50 negara tersebut, Presiden akan bertindak sebagai `co chair`. Sejumlah kepala negara antara lain dari Denmark, Guyana, Gabon dan beberapa negara lain akan datang," kata Staf khusus presiden bidang luar negeri Dino Pati Djalal dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Senin.

Bersama PM Norwegi, Presiden akan memimpin konferensi yang akan membahas secara khusus mekanisme pengurangan emisi dari penggundulan dan pengrusakan hutan di negera berkembang (REDD+).

"Konferensi ini bertujuan memfasilitasi kemitraan sukarela antara negara maju dan negara berkembang yang memiliki hutan tropis untuk pelaksanaan REDD+ dengan komitmen pendanaan empat miliar dolar AS hingga lima miliar dolar AS," kata Dino.

Dia mengatakan, pertemuan di Oslo tersebut merupakan kelanjutan dari pertemuan di Paris pada Maret lalu. Pertemuan di Oslo ini diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan secara rinci mengenai mekanisme REDD+ dan kemudian bisa diterapkan.

"Sejak pertemuan di Kopenhagen lalu unsur REDD+ sudah dimasukkan tapi belum berjalan. Jadi pertemuan di Oslo ini sambil menunggu proses di UNFCC. Ini (pertemuan Oslo-red) lebih langkah untuk mendorong (proses di UNFCCC-red)," katanya.

Bila dalam pertemuan di Oslo bisa menghasilkan kesepakatan mengenai mekanisme implementasi REDD+, kata dia, hal tersebut bisa menjadi model bagi kerjasama negara-negara maju dengan negara berkembang yang memiliki hutan tropis.

"Ini penting karena seperlima emisi gas rumah kaca dihasilkan dari deforestasi," katanya. (*)
P008/s018

Original Link : www.antaranews.com/berita/1274692961/presiden-ke-oslo-hadiri-konferensi-iklim

Jumat, 29 Oktober 2010

Indonesia Dapat Hibah 1 Miliar Dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID

24-05-10 05:12
REDD News

Penandatanganan kerja sama RI-Norwegia

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO--Kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Norwegia untuk menghadiri pertemuan tentang perubahan iklim tidak sia-sia. Indonesia mendapatkan hibah sebesar 1 miliar dolar AS dari Norwegia untuk mengatasi perubahan iklim.

Perjanjian kerja sama konversi kehutanan untuk mengurangi emisi karbon itu diteken oleh Menlu RI, Marty Natalegawa, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia, Erik Solheim, di Government Guest House, Oslo, Rabu sore waktu setempat.

''Indonesia akan melaksanakan kewajiban kami, apa yang ada di Letter oo Intent (LoI) karena Indonesia sangat berkepentingan untuk menyelamatkan hutan kami, lingkungan kami untuk rakyat kami dan untuk masa depan kami. Oleh karena itulah, Indonesia telah menetapkan pengurangan emisi 26 persen sebelum tahun 2020, semata-mata untuk kepentingan bangsa kami dan juga untuk manusia sejagad yang ada di bumi ini,'' kata Presiden.

Presiden menegaskan komitmen Indonesia untuk menyelamatkan lingkungan sangat kuat sehingga sekalipun tanpa bantuan luar negeri, Indonesia tetap akan memenuhi target ambisiusnya untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020. Namun, lanjut Kepala Negara, bantuan negara-negara maju dapat membuat upaya tersebut lebih efektif, apalagi semua pihak akan mendapat manfaat yang sama jika hutan hujan tropis Indonesia lestari.

Menurut Presiden, berdasarkan LoI itu maka pemerintah Norwegia akan memberikan bantuan 1 miliar dolar AS jika Pemerintah Indonesia mampu memenuhi tiga tahap yang tercantum dalam LoI itu. Ketiga tahap itu adalah pertama proses persiapan atau pembangunan kapasitas yang antara lain dilakukan melalui pembentukan lembaga yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan program tersebut.

Kedua, penerapan atau proyek percontohan. Menurut Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg pada tahap kedua itu kedua pemerintah akan menyetujui sebuah lokasi untuk proyek percontohan. Sedangkan yang ketiga, kata Stoltenberg, adalah penerapan secara menyeluruh atau nasional.

Pada tahap ketiga itu, lanjut PM Stoltenberg, akan berlaku prinsip pembayaran atas dasar performa atau hasil atau dengan kata lain bantuan tersebut akan diberikan jika Indonesia benar-benar terbukti mampu mencegah deforestasi dan degradasi hutan. ''Pada awalnya kita membantu untuk pembangunan kapasitas tapi kemudian kita membayar berdasarkan hasil,'' jelasnya.Pemerintah Norwegia telah melakukan metode yang serupa di Brazil.

Original Link : http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/10/05/27/117387-indonesia-dapat-hibah-1-miliar-dolar-as

Indonesia Arahkan Bantuan Norwegia untuk Gambut

ANTARA NEWS

24-05-10 21:20
REDD News

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan mengarahkan komitmen bantuan perubahan iklim Norwegia sebesar 1 miliar dolar AS untuk penyelamatan hutan gambut yang semakin memprihatinkan di Sumatera, Kalimantan dan Papua.

"Akan kita arahkan ke kawasan-kawasan gambut, soal itu akan dicoba dibahas dengan gubernur-gubernur. Bagi kita bantuan itu makin membuat kita optimis," kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Gusti M. Hatta di Jakarta, Senin.

Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Oslo, Norwegia, 27 Mei, dalam rangka menghadiri konferensi internasional membahas perubahan iklim dan hutan yang dihadiri perwakilan dari puluhan negara.

Bersama PM Norwegia, Jens Stoltenberg, Presiden RI akan memimpin konferensi yang akan membahas secara khusus mekanisme pengurangan emisi dari penggundulan dan pengrusakan hutan di negera berkembang (REDD+).

Konferensi ini, bertujuan memfasilitasi kemitraan sukarela antara negara-negara maju dan negara berkembang yang memiliki hutan tropis untuk pelaksanaan REDD+ dengan komitmen pendanaan total 3,5 miliar dollar AS.

Tetapi selain membahas lebih lanjut pertemuan Kopenhagen yang menjanjikan kucuran dana sebesar total 3,5 milyar dollar AS bagi negara-negara berkembang selama kurun 2010-2012, Indonesia juga akan menandatangani letter of intent dengan Norwegia untuk pendanaan perubahan iklim sebesar 1 miliar dollar AS.

"Sejauh ini banyak yang berkomitmen memberikan dana perubahan iklim, ada AS, ada Jepang, Australia, Inggris, Perancis, Jerman, tapi belum ada satupun yang nyata," ujar Menteri.

Pihaknya, lanjut Menteri, sudah ke Australia untuk menanyakan hal itu dan berharap bantuan-bantuan dalam kerangka perubahan iklim dapat dinikmati masyarakat sekitar hutan hingga 50 persen, 10 persen saja untuk pusat dan sisanya kembali ke daerah pemilik hutan.

Sementara itu, mengenai Sekretaris Eksekutif Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) yang baru Christiana Figueres yang menggantikan Yvo de Boer, menurut Staf Ahli Menteri LH bidang Lingkungan Hidup Global Liana Bratasida, cukup bagus.

"Christiana ini asal Kosta Rika dan sebagai tokoh lingkungan dari negara berkembang di Amerika Latin dia akan sangat memahami apa yang dibutuhkan negara-negara berkembang, katanya.
(T.D009/P003)

Original Link : www.antaranews.com/berita/1274712303/indonesia-arahkan-bantuan-norwegia-untuk-gambut

Kamis, 28 Oktober 2010

Pelaksanaan GCF Aceh 2010 sebagai Standar Internasional

GCF2010.COM

16-05-10 22:58
REDD News

BANDA ACEH, 16 Mei 2010 — Konsultan senior Governors’ Climate and Forests (GCF), Profesor William Boyd, menyatakan antusiasme parapihak terhadap pelaksanaan GCF Taskforce Meeting di Banda Aceh jauh di atas yang ia sangka. Itu diungkapkan Ilarius Wibisono, salah satu anggota tim Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dalam GCF Taskforce Meeting 2010 ini, Ahad (16 Mei 2010). Wibi menuturkan, Boyd melihat antusiasme parapihak tersebut ada pada beberapa hal. Salah satunya kesediaan hadir Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.

“Kesediaan seorang menteri negara dalam acara yang berlangsung di wilayah tingkat provinsi seperti GCF Taskforce Meeting 2010 di Banda Aceh ini sangat di luar kebiasaan,” kata Wibi menirukan Boyd. “Ini berbeda dengan beberapa pertemuan GCF sebelumnya di Brasil dan California,” lanjut Boyd.

Dalam soal publikasi dan komunikasi massa, masih menurut Boyd, GCF taksforce 2010 di Banda Aceh kali ini juga lebih sarat gairah. Dalam soal yang kelihatannya sederhana, seperti pemasangan spanduk dan umbul-umbul, Boyd juga memandangnya sebagai hal yang di luar dugaan. “Boyd seolah tak percaya bahwa kita juga menyiapkan strategi komunikasi melalui media massa untuk GCF 2010 ini,” kata Wibi.

Masih kata Wibi, tim taskforce GCF berniat menjadikan perhelatan GCF Taskforce Meeting 2010 sebagai benchmark untuk pelaksanaan pertemuan-pertemuan GCF di masa datang.

GCF Taskforce Meeting 2010 ini melibatkan sejumlah delegasi internasional. Mereka datang dari tiga negara bagian Amerika Serikat (AS), antara lain California, Illinois, dan Wisconsin. Delegasi lain datang dari beberapa negara bagian di Brasil, seperti Amazonias, Para, Amapa, Acre, dan Matto Grosso. Delegasi internaional lainnya berasal dari Meksiko, Nigeria, Malaysia, dan Kanada.

Beberapa delegasi lain datang dari provinsi di Indonesia yang masih memiliki kawasan hutan relatif masih lebih baik kondisinya. Sejumlah provinsi tersebut antara lain Aceh sebagai tuan rumah, Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat. Total peserta mencapai sekitar 150 orang.”Berdasar daftar konfirmasi yang sudah kami terima, puncak kedatangan peserta terjadi pada Senin 17 Mei 2010,” kata Siti Komariyah, panitia yang mengurusi armada penjemputan hadirin dari Bandar Udara (Bandara) Sultan Iskandar Muda Banda Aceh.

Secara resmi GCF Taskforce Meeting 2010 mulai pada Selasa 18 Mei, dengan dua agenda utama. Yakni pertemuan para delegasi taskforce di Ruang Aceh 3, Hotel Hermes, yang merupakan agenda inti. Di samping itu, bakal berlangsung pula acara pendukung, berupa workshop di Ruang Aceh 1 oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Fauna and Flora International – Aceh Program pada sesi pagi, yang berlanjut dengan sesi siang oleh Kemitraan (Jakarta). Selain menghadirkan LSM, pakar, akademisi, tokoh masyarakat, dan parapihak lain, acara pendukung ini melibatkan parapihak lain dari sektor swasta.

Agenda serupa akan berlanjut pada Rabu (19 Mei) di tempat yang sama. Baru pada Kamis (20 Mei) acara inti dan acara pendukung digabungkan adalam agenda stakeholders’ meeting yang akan dibuka Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta. Di sela-sela pertemuan parapihak nanti, rencananya juga akan dibacakan deklarasi “Protokol Aceh”. Intinya, deklarasi ini bermaksud mendorong kepastian pelestarian hutan dan kepastian hak masyarakat dekat hutan untuk mendapatkan kompensasi keuangan melalui skema Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) dari negara-negara industri.

Tak berhenti di situ, GCF Taskforce Meeting 2010 di Aceh juga memasukkan acara perjalanan darat ke Hutan Lindung jantho pada Jumat 21 Mei, serta pengamatan melalui udara di atas kawasan Hutan Leuser pada Sabtu 22 Mei. (sigit pramono)

Original Link : www.gcf2010.com/2010/05/16/pelaksanaan-gcf-aceh-2010-sebagai-standar-internasional/

Sejumlah negara hadiri GCF di Aceh

WARTA ACEH

15-05-10 21:14
REDD News

BANDA ACEH - Sejumlah delagasi dalam dan luar negeri dipastikan hadir pertemuan "Governors Climate and Forest (GCF) Taskforce Meeting" yang dijadwalkan berlangsung di Banda Aceh, 18-21 Mei 2010.

"Kami sedang melakukan berbagai persiapan dan penyempurnaan menyambut pelaksanaan GCF Taskforce Meeting 2010," kata ketua panitia pelaksana GCF Taskforce Meeting 2010, Husaini Syamaun, di Banda Aceh, tadi siang.

Dikatakan, dalam pertemuan GCF tersebut selain dihadiri tingkat sub-government juga akan hadir sejumlah wakil dari negara anggota dan negara pengamat.

Anggota GCF antara lain dari Indonesia (Provinsi Aceh, Papua, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua Barat). Kemudian, Brazil (Mato Grosso, Amazonias, Para, Amappa, dan Acre) , dan Amerika (Illinois, Wisconsin, and California). Sementara negara pengamat yang dijadwalkan hadir adalah wakil dari Meksiko, Nigeria, Kanada, Liberia dan negara jiran Malaysia.

GCF Taskforce Meeting 2010, katanya, amat penting bagi upaya mengurangi emisi karbon akibat kegiatan industri, dengan cara memelihara kelestarian hutan.

"Upaya untuk mengimbangi emisi gas karbon akibat kegiatan industri melalui kompensasi jasa lingkungan bagi pelestarian hutan ini lazim disebut sebagai Reduced Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD)," tambahnya.

Untuk itu, GCF meeting diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah pelestarian hutan dan menjamin hak rakyat melalui pelaksanaan REDD di negara-negara anggota.

Husaini yakin bahwa para delegasi tidak terpengaruh dengan terjadinya gempa berkekuatan 7,2 pada Skala Richter (SR) yang mengguncang Aceh pada 9 Mei 2010.

"Gempa memang sempat membuat kami was-was, karenanya kami segera melakukan pengecekan di lapangan untuk memastikan tak ada dampak fatal dari gempa," tambahnya.

Editor: SATRIADI TANJUNG

Original Link : http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=114484:sejumlah-negara-hadiri-gcf-di-aceh&catid=13:aceh&Itemid=26

Rabu, 27 Oktober 2010

Masyarakat Adat Minta Kejelasan Hak Prarealisasi REDD

ANTARA NEWS

15-05-10 21:10
REDD News

Banda Aceh,(ANTARA News) - Masyarakat adat di kawasan Ulu Masen Aceh, meminta pemerintah memperjelas kompensasi yang akan mereka peroleh sebelum program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi atau perdagangan karbon berbasis hutan direalisasikan.

"Tanpa REDD, kami juga tetap menjaga hutan. Yang harus jelas dulu adalah permasalahan hak ulayat," kata Imeum Mukim asal Aceh Jaya , Anwar Ibrahim di Banda Aceh, Sabtu.

Sejumlah imeum mukim dari lima kabupaten di kawasan Ulu Masen ikut dalam dialog publik guna membahas tentang pemahaman masyarakat terutama imuem mukim dan tokoh adat Aceh tentang REDD.

Imeum Mukim dari Pidie Jaya Abdul Hadi Zakaria mengatakan, selama hak dan wewenang Imeum Mukim tidak ada aturan yang jelas maka akan berdampak pada masyarakat.

Keberadaan mukim di Aceh sudah sejak lama. Mukim termasuk dalam sistem pemerintahan yang berada langsung di bawah camat membawahi beberapa gampong atau kampung mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri.

"Pastikan kebijakan yang berdampak pada kepentingan masyarakat harus betul-betul dipertimbangkan dan mengikutsertakan masyarakat," kata Abdul Hadi.

Menurut para imeum mukim yang hadir dalam dialog tersebut, mereka belum paham tentang REDD dan kompensasi yang akan diterima masyarakat sekitar hutan.

Bahkan ada kekhawatiran bahwa realisasi REDD akan menghambat masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu karena mereka sebagian besar menggantungkan hidup dari hasil hutan.

Tetap utamakan
Terkait kekhawatiran masyarakat tersebut, tim ahli Task Force REDD, Wibisono mengatakan bahwa Pemerintah Aceh bagaimanapun tetap mengutamakan masyarakat.

"Yang paling penting bagi pemerintah bagaimana masyarakat mendapatkan kompensasi dan kedaulatan mereka atas hutan tetap terjaga," kata Wibisono.

Sementara itu, Patrick Anderson dari Forest Peoples Programme (FPP) mengatakan seharusnya sejak awal pemerintah sudah mensosialisasikan REDD kepada masyarakat.

"Harusnya sejak dua tahun lalu atau setelah disepakati tentang perdagangan karbon dan hutan Aceh masuk dalam proyek ini, masyarakat sudah mendapat sosialisasi," ujar Patrick.

Menurut Patrick, yang paling penting adalah pemerintah melakukan pendekatan pada masyarakat tanpa ada pemaksaan agar mereka paham dan setuju dengan proyek REDD.

"Tanpa dukungan masyarakat adat proyek ini akan sulit berjalan dan bisa saja terjadi permasalahan ke depan," demikian Patrick.(D016/A011)

Original Link : www.antaranews.com/berita/1273922285/masyarakat-adat-minta-kejelasan-hak-prarealisasi-redd

Aceh Tuan Rumah Pertemuan GCF Task Force-3

HARIAN ANALISA

10-05-10 22:53
REDD News

Banda Aceh, (Analisa)

Provinsi Aceh akan menjadi tuan rumah pertemuan Governors Climate and Forestry (GCF) Task Force-3 untuk melanjutkan pembahasan isu perubahan iklim dunia yang berlangsung pada 17-22 Mei 2010 di Banda Aceh.

Ketua panitia GCF Task Force-3, Husaini Syamaun, menjelaskan, untuk menyukseskan pertemuan tersebut, pihaknya telah hampir rampung melakukan berbagai persiapan.

Beberapa negara bagian yang menjadi tim tetap GCF sudah menyatakan kesediaan mereka untuk hadir seperti delegasi dari Amerika Serikat (AS) yaitu California, Illinois dan Wisconsin. Sementara dari Brazil yang sudah mengonfirmasi untuk hadir seperti negara bagian Amazon, Mato Grosso, Para dan Acre serta Mexico dan Liberia.

Sedangkan dari Indonesia, sejumlah provinsi yang menjadi tim tetap dan dipastikan hadiri GCF Task Force-3 di Aceh yaitu Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah.

Selain tim tetap tersebut, sejumlah delegasi dari beberapa negara juga akan hadir sebagai peninjau seperti Sabah (Malaysia) serta negara bagian Cross River di Nigeria.

"Persiapan yang kita lakukan sudah hampir rampung. Kita sedang menunggu konfirmasi kehadiran beberapa delegasi yang kita undang untuk hadir," ujar Husaini Syamaun, Sabtu (8/5).

Pertemuan GCF Task Force-3 merupakan kelanjutan dari GCF Task Force-2 yang digelar di California, Los Angeles, Amerika Serikat pada 30 September 2009.

Salah satu rekomendasi dari GCF Task Force-2 adalah keberlanjutan kerja sama untuk memastikan hasil yang nyata dalam konteks upaya memerangi perubahan iklim melalui sektor kehutanan.

Husaini Syamaun yang juga Kepala Bapedalda Aceh itu mengatakan, pada pertemuan tersebut diharapkan akan menghasilkan beberapa komitmen yang akan mendorong para pihak untuk lebih cepat mengikat hasil dari Protokol Kyoto.


Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) berupa persetujuan internasional mengenai pemanasan global.


Ketua Organizing Committe tim Task Force Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) Aceh, Fadmi Ridwan, menyatakan dari pertemuan tersebut diharapkan akan melahirkan sebuah protokol. (mhd)

Original Link : www.analisadaily.com/index.php

Persiapan GCF Task Force-3 Hampir Rampung

BY FORMATNEWS

07-05-10 22:58
REDD News

Persiapan Governors Climate and Forestry (GCF) Task Force-3 yang akan digelar di Aceh pada 17-22 Mei mendatang hampir rampung.

"Persiapan sudah hampir rampung, kita sedang menunggu konfirmasi kehadiran beberapa delegasi yang kita undang untuk hadir," kata ketua panitia GCF Task Force-3, Husaini Syamaun saat dihubungi dari Banda Aceh, Jumat.

GCF Task Force-3 merupakan kelanjutan dari GCF Task Force-2 yang digelar di California, Los Angeles, Amerika Serikat pada 30 September 2009.

Salah satu rekomendasi dari GCF Task Force-2 adalah keberlanjutan kerja sama untuk memastikan hasil yang nyata dalam konteks upaya memerangi perubahan iklim melalui sektor kehutanan.

Kepala Bapedal Aceh itu mengatakan, beberapa negara bagian yang menjadi tim tetap GCF sudah menyatakan kesediaan mereka untuk hadir seperti delegasi dari Amerika Serikat yaitu California, Illinois dan Wisconsin.

Sementara dari Brazil yang sudah konfirmasi untuk hadir seperti negara bagian Amazon, Mato Grosso, Para dan Acre serta Mexico dan Liberia.

Sedangkan dari Indonesia, sejumlah provinsi yang menjadi tim tetap dan dipastikan hadiri GCF Task Force-3 di Aceh yaitu Papua dan Kalimantan Timur.

Selain tim tetap tersebut, sejumlah delegasi dari beberapa negara juga akan hadir sebagai peninjau seperti Sabah Malaysia serta negara bagian Cross River di Nigeria.

Menurut Husaini, pada pertemuan tersebut nantinya diharapkan akan menghasilkan beberapa komitmen yang akan mendorong para pihak untuk lebih cepat mengikat hasil dari Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) berupa persetujuan internasional mengenai pemanasan global.

Sementara itu, ketua Organizing Committe tim Task Force Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) Aceh, Fadmi Ridwan menyatakan dari pertemuan tersebut diharapkan akan melahirkan sebuah protokol.

"Salah satu alasan kita menggandeng negara-negara maju agar mereka bisa melakuan gerakan untuk mendukung pengurangan pemanasan global untuk isu perubahan iklim," kata Fadmi.*ant-cs*

Original Link : formatnews.com

Selasa, 26 Oktober 2010

Jenis Kayu Komersial Indonesia: Resak

IDENTIFIKASI KAYU INDONESIA

Nama komersil

Resak

Nama daerah

Rasak, resak bunga, resak lingga, resak paya, sering-sering, serusup, sigam, songa (Sumatera); Aboh, gisok gunung, kadamu, keresek, rahuk tebung, rasak bukit, resek (Kalimantan); Cengal, kitenjo (Jawa); Arsad, dama-dama, damar dere, hulo dere, lomori, morolaire, palopo, simbura (Sulawesi); damar hiru, hiru, kaoya, terooi (Maluku); Abietanak, arowe, asuk, bitip, damar biru, manuari, sawawi (Papua)

Nama negara lain

Chramas (Camboja); Lau-tau (Vietnam); Punchan (Thailand); Narig (Philippines); Resak (UK, USA, France, Spain, Italy, Sweden, Netherland, German)

Nama botanis

Vatica spp

Famili

Dipterocarpaceae

Daerah penyebaran

Sumatera, Kalimantan, Maluku, Papua

Arsitektur pohon

Tinggi mencapai 25 m, panjang batang bebas cabang 10 – 20 m, diameter dapat mencapai 60 cm, tidak berbanir. Kulit luar berwarna kelabu-putih, tidak beralur, sedikit mengelupas, mengeluarkan damar berwarna putih atau putih-kuning.

Gambar pohon / Tree figure

Vatica rassak (Korth.) Blume

Warna kayu

Kayu teras berwarna coklat-kuning atau coklat semu-semu merah. Kayu gubal berwarna merah jambu, kuning muda atau coklat kuning muda atau coklat kuning-muda, jika masih segar berbeda jelas dengan kayu teras, tetapi hanya sedikit berbeda jika sudah kering, tebal 5-10 cm.

Tekstur

Halus & rata, kadang-kadang kasar

Arah serat

Lurus atau agak berpadu

Kesan raba

Permukaan kayu kusam sampai agak mengkilap

Berat jenis kering udara
- Maksimum
- Minimum
- Rata-rata



0,99
0,49
0,70

Keterawetan

-

Kelas awet

III

Kelas kuat

II

Kembang susut

Sedang

Daya retak

-

Kekerasan

Keras

Sifat pengerjaan

Kayu resak agak sukar digergaji dan diserut karena mengandung damar, tetapi mudah diserut dengan mesin sampai halus

Pengeringan

Kayu resak lambat dikeringkan. Dan dapat dikeringkan tanpa cacat asal dilakukan dengan hati-hati

Tempat tumbuh

Tumbuh berkelompok atau tersebar dalam hutan tropos dengan tipe curah hujan A dan B, pada ketinggian sampai 350 m dpl, pada tanah berpasir atau tanah liat yang secara periodik tergenang air tawar seperti di pinggir sungai atau dapat juga tumbuh pada daratan kering.

Kegunaan

Kayu bangunan, plywood, sirap, lantai, bantalan, kayu perkapalan, rangka pintu & jendela, body kendaraan, barang bubutan

Jenis Kayu Komersial Indonesia: Rengas Burung

IDENTIFIKASI KAYU INDONESIA

Nama komersil

Rengas burung

Nama daerah

-

Nama negara lain

Rengas, jingah

Nama botanis

Melanorrhoea spp

Famili

Anacardiaceae

Daerah penyebaran

Sumatera, Kalimantan, Jawa

Arsitektur pohon

-

Warna kayu

Coklat merah darah kekuning-kuningan dengan garis-garis gelap atau kuning atau kuning kemerah-merahan

Tekstur

Agak kasar

Arah serat

Lurus atau berpadu

Kesan raba

-

Berat jenis kering udara
- Maksimum
- Minimum
- Rata-rata

0,93
0,47
0,65

Keterawetan

-

Kelas awet

II

Kelas kuat

II - III

Kembang susut

Kecil

Daya retak

Tinggi

Kekerasan

Sedang - keras

Sifat pengerjaan

Agak sukar

Pengeringan

-

Tempat tumbuh

-

Kegunaan

Kayu perkakas, lantai, papan, bantalan, seni ukir dan pahat, finir mewah, gagang timbangan

Jenis Kayu Komersial Indonesia: Rengas

IDENTIFIKASI KAYU INDONESIA

Nama komersil

Rengas

Nama daerah

Bara-bara, gengas, rangeh, sitorngom (Sumatera); ingas, rengas, reungas (Jawa); bembalut, engkabaca, janting, jingah, jongas, kabaca, keramu, semanggah, sumpung (Kalimantan)

Nama negara lain

Thitsi (Burma); rengas (UK, USA, France, Spain, Italy, Sweden, Netherland, German)

Nama botanis

Gluta renghas L

Famili

Anacardiaceae

Daerah penyebaran

Sumatera, Kalimantan, Jawa

Arsitektur pohon

Tinggi mencapai 30 m, panjang batang bebas cabang 10 – 20 m, diameter dapat mencapai 60 cm. Batang lurus, tinggi banir sampai 2 m. Kulit luar berwarna merah-coklat, beralur dangkal, mengelupas kecil-kecil dan banyak, mengeluarkan getah berwarna hitam.

Gambar pohon / Tree figure

Gluta renghas L. (figure-1)
Gluta renghas L. (figure-2)
Gluta wallichii Hook. f (figure-3)

Warna kayu

Kayu teras berwarna merah darah, kadang-kadang dengan garis-garis berwarna lebih tua. Kayu gubal berwarna coklat muda semu-semu merah jambu sampai hampir putih dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, lebar 17,5 cm atau lebih.

Tekstur

Agak kasar

Arah serat

Lurus atau berpadu

Kesan raba

Permukaan kayu licin

Berat jenis kering udara
- Maksimum
- Minimum
- Rata-rata


0,84
0,59
0,69

Keterawetan

Mudah diawetkan

Kelas awet

II

Kelas kuat

II

Kembang susut

Kecil

Daya retak

Tinggi

Kekerasan

Sedang - keras

Sifat pengerjaan

Pengerjaan kayu rengas lebih mudah dilakukan ketika masih segar, dapat diserut sampai halus dan dapat dipelitur dengan hasil yang memuaskan

Pengeringan

Kayu rengas mudah dikeringkan

Tempat tumbuh

Tumbuh di dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B, kadang-kadang C, pada tanah yang secara periodik tergenang air tawar, di pinggir sungai atau di atas tanah pasir dan tanah liat pada ketinggian sampai 300 m dpl.

Kegunaan

Kayu perkakas, lantai, papan, bantalan, seni ukir dan pahat, finir mewah, gagang timbangan