Pelaksanaan GCF Aceh 2010 sebagai Standar Internasional
BANDA ACEH, 16 Mei 2010 — Konsultan senior Governors’ Climate and Forests (GCF), Profesor William Boyd, menyatakan antusiasme parapihak terhadap pelaksanaan GCF Taskforce Meeting di Banda Aceh jauh di atas yang ia sangka. Itu diungkapkan Ilarius Wibisono, salah satu anggota tim Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dalam GCF Taskforce Meeting 2010 ini, Ahad (16 Mei 2010). Wibi menuturkan, Boyd melihat antusiasme parapihak tersebut ada pada beberapa hal. Salah satunya kesediaan hadir Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.
“Kesediaan seorang menteri negara dalam acara yang berlangsung di wilayah tingkat provinsi seperti GCF Taskforce Meeting 2010 di Banda Aceh ini sangat di luar kebiasaan,” kata Wibi menirukan Boyd. “Ini berbeda dengan beberapa pertemuan GCF sebelumnya di Brasil dan California,” lanjut Boyd.
Dalam soal publikasi dan komunikasi massa, masih menurut Boyd, GCF taksforce 2010 di Banda Aceh kali ini juga lebih sarat gairah. Dalam soal yang kelihatannya sederhana, seperti pemasangan spanduk dan umbul-umbul, Boyd juga memandangnya sebagai hal yang di luar dugaan. “Boyd seolah tak percaya bahwa kita juga menyiapkan strategi komunikasi melalui media massa untuk GCF 2010 ini,” kata Wibi.
Masih kata Wibi, tim taskforce GCF berniat menjadikan perhelatan GCF Taskforce Meeting 2010 sebagai benchmark untuk pelaksanaan pertemuan-pertemuan GCF di masa datang.
GCF Taskforce Meeting 2010 ini melibatkan sejumlah delegasi internasional. Mereka datang dari tiga negara bagian Amerika Serikat (AS), antara lain California, Illinois, dan Wisconsin. Delegasi lain datang dari beberapa negara bagian di Brasil, seperti Amazonias, Para, Amapa, Acre, dan Matto Grosso. Delegasi internaional lainnya berasal dari Meksiko, Nigeria, Malaysia, dan Kanada.
Beberapa delegasi lain datang dari provinsi di Indonesia yang masih memiliki kawasan hutan relatif masih lebih baik kondisinya. Sejumlah provinsi tersebut antara lain Aceh sebagai tuan rumah, Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat. Total peserta mencapai sekitar 150 orang.”Berdasar daftar konfirmasi yang sudah kami terima, puncak kedatangan peserta terjadi pada Senin 17 Mei 2010,” kata Siti Komariyah, panitia yang mengurusi armada penjemputan hadirin dari Bandar Udara (Bandara) Sultan Iskandar Muda Banda Aceh.
Secara resmi GCF Taskforce Meeting 2010 mulai pada Selasa 18 Mei, dengan dua agenda utama. Yakni pertemuan para delegasi taskforce di Ruang Aceh 3, Hotel Hermes, yang merupakan agenda inti. Di samping itu, bakal berlangsung pula acara pendukung, berupa workshop di Ruang Aceh 1 oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Fauna and Flora International – Aceh Program pada sesi pagi, yang berlanjut dengan sesi siang oleh Kemitraan (Jakarta). Selain menghadirkan LSM, pakar, akademisi, tokoh masyarakat, dan parapihak lain, acara pendukung ini melibatkan parapihak lain dari sektor swasta.
Agenda serupa akan berlanjut pada Rabu (19 Mei) di tempat yang sama. Baru pada Kamis (20 Mei) acara inti dan acara pendukung digabungkan adalam agenda stakeholders’ meeting yang akan dibuka Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta. Di sela-sela pertemuan parapihak nanti, rencananya juga akan dibacakan deklarasi “Protokol Aceh”. Intinya, deklarasi ini bermaksud mendorong kepastian pelestarian hutan dan kepastian hak masyarakat dekat hutan untuk mendapatkan kompensasi keuangan melalui skema Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) dari negara-negara industri.
Tak berhenti di situ, GCF Taskforce Meeting 2010 di Aceh juga memasukkan acara perjalanan darat ke Hutan Lindung jantho pada Jumat 21 Mei, serta pengamatan melalui udara di atas kawasan Hutan Leuser pada Sabtu 22 Mei. (sigit pramono)
Original Link : www.gcf2010.com/2010/05/16/pelaksanaan-gcf-aceh-2010-sebagai-standar-internasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar