Mengurangi konsumsi daging secara global akan mengurangi gas rumah kaca dan pada hakikatnya akan memotong biaya-biaya dari kebijakan iklim. Berikut adalah hasil dari penelitian PBL yang dipublikasi dalam Perubahan Iklim. Terpisah dari pengurangan metana dan emisi N2O, area peternakan yang luas untuk peternakan sapi dapat digunakan lagi untuk menanam sayuran, hal ini dapat mengurangi karbon dalam jumlah yang besar. Perubahan seluruh dunia menuju pola makan rendah daging akan mengurangi biaya penstabilan gas rumah kaca CO2 pada tingkat 450 ppm, lebih dari 50%.
Kebijakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim lebih banyak terfokus pada sektor energi, sementara sektor peternakan sangat sedikit diperhatikan, mereka lebih mengabaikan fakta dimana sektor peternakan menghasilkan 18% emisi gas rumah kaca dan menggunakan 80% total tanah. Dilihat dari sudut pandang makanan, pemahaman baru akan dampak yang kurang baik dari mengonsumsi daging sapi dan babi telah membawa angin baru dalam rekomendasi untuk kurangi makan daging. Di sini, kami mengeksplorasi dampak-dampak potensial dalam perubahan pola makan untuk menyetabilkan iklim secepatnya.
Dengan menggunakan model penaksiran terintegrasi, kami menemukan bahwa transisi global untuk mengurangi daging atau mungkin secara menyeluruh beralih menjadi makanan nabati memiliki dampak yang dramatik terhadap penggunaan tanah. Lebih dari 2700 Mha padang rumput dan 100 Mha ladang dapat mengurangi karbon dengan menanam kembali tumbuh-tumbuhan. Selain itu, metana dan dinitrogen oksida akan berkurang secara berarti.
Sebuah perubahan global ke pola makan rendah daging akan mengurangi biaya untuk menyetabilkan CO2 ke tingkat 450 ppm, lebih dari 50% di tahun 2050 dibandingkan kasus yang direferensikan. Perubahan pola makan tidak hanya menciptakan keuntungan yang substansial bagi kesehatan manusia dan penggunaan tanah secara global, tetapi juga dapat berpengaruh besar terhadap kebijakan perubahan iklim di masa depan.
http://dx.doi.org/10.1007/s10584-008-9534-6
Pengarang: Elke Stehfest , Lex Bouwman, Detlef P. van Vuuren, Michel G. J. den Elzen, Bas Eickhout and Pavel Kabat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar