Minggu, 24 Oktober 2010

Sumatera Menyusul Proyek Kalimantan

KOMPAS CETAK

04-01-10 01:55
REDD News

Jakarta, Kompas-Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Australia akan meluncurkan proyek baru penghitungan emisi karbon dioksida di Jambi, Sumatera. Proyek itu merupakan yang kedua setelah Kemitraan Iklim dan Hutan Kalimantan yang masih berjalan di kawasan Lahan Gambut Sejuta Hektar, Kalimantan Tengah.

Bila di Kalimantan dengan nama Kalimantan Forest and Climate Partnership (KFCP), Australia menghibahkan dana 40 juta dollar Australia, proyek di Jambi (belum ada namanya) menelan dana 30 juta dollar Australia. ”Di Jambi, kerja sama fokus pada metodologi penghitungan emisi karbon dioksida di kawasan hutan tanah kering,” kata Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan yang juga Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Wandojo Siswanto di Bogor, Minggu (3/1).

Di Kalimantan, proyek KFCP fokus pada penghitungan emisi CO di kawasan lahan gambut. Di dunia, belum ada satu pun panduan penghitungan emisi di lahan gambut.

Meskipun diluncurkan Januari 2010, cakupan dan luasan proyek belum diputuskan. ”Kami masih mendekati pemerintah daerah untuk berbagai persiapan. Kami juga ingin mereka banyak terlibat,” kata Wandojo.

Menurut dia, proyek di Sumatera menambah model penghitungan emisi di berbagai jenis tanah di Indonesia. Selain gambut, hutan tanah kering, dataran rendah, dataran tinggi, dan jenis lainnya masih belum dieksplorasi seluruhnya.

”Hasil penghitungan karbon di Jambi akan kami paparkan pada negosiasi iklim di Bonn, Jerman, Juni mendatang,” kata Wandojo, negosiator reduksi emisi dari penggundulan hutan dan perusakan lahan (REDD) pada Konferensi Perubahan Iklim 2009 di Kopenhagen.

Sesuai kesepakatan, Indonesia harus memastikan seluruh program pengurangan emisinya bisa diklarifikasi sesuai ketentuan internasional. Indonesia terikat dengan konsep terukur, dilaporkan, dan dapat diverifikasi (MRV) yang disepakati di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009.

Proyek keempat

Di Indonesia, bila proyek di Jambi sukses diluncurkan, itu akan menjadi proyek keempat di Indonesia. Sebelumnya, tiga proyek di Kalimantan, di antaranya kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Australia dan Jerman, serta satu proyek dikelola LSM The Nature Conservancy (TNC) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Satu proyek lagi sedang disiapkan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, di bawah hibah The International Tropical Timber Organization (ITTO). Rencananya, proyek yang mewakili penghitungan karbon di kawasan konservasi itu juga akan diluncurkan dalam waktu dekat.

Sejumlah pihak, khususnya aktivis LSM, menilai kemauan pemerintah menjadikan Indonesia sebagai lokasi proyek penghitungan emisi karbon di bawah rezim REDD plus—sebagaimana didukung negara-negara industri pengemisi gas rumah kaca—merupakan kerugian.


Kerugian besar

Menurut Forum Masyarakat Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim, hutan-hutan Indonesia akan menjadi tempat ”cuci dosa” negara industri maju pengemisi. Hal itu tidak sesuai dengan konsep keadilan iklim. ”Negara industri pengemisi yang harus menurunkan emisinya di negaranya sendiri,” kata Hendro Sangkoyo dari School of Democratics Economic.

Hal sama dikatakan Teguh Surya dari Eksekutif Nasional Walhi bahwa skema REDD plus dengan konsep ”jual beli” sertifikat penyerapan emisi atau carbon offset berpotensi merugikan Indonesia tidak hanya secara finansial.

Menurut dia, hibah dari negara asing untuk berbagai proyek persiapan REDD plus tidak sepenuhnya gratis. Pada saatnya, bantuan itu akan diklaim negara pemberi bantuan sebagai alat tukar sertifikat penurunan emisi. ”Penyerapan emisi dari hutan Indonesia akan diklaim sebagian sebagai penyerapan emisi negara lain.” ujarnya. (GSA)

Original Link : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/04/03135473/sumatera.menyusul.proyek.kalimantan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar