Kerusakan SDH (Sumberdaya Hutan) harus dikatagorikan sebagai kerusakan ekologi yang akan berdampak kepada kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kerusakan lingkungan dan konflik sosial yang terjadi di Indonesia pada umumnya dan jawa pada khususnya, dapat dijelaskan melalui 2 titik pandang yaitu: (1) pandangan ekologi; dan (2) pandangan ekonomi politik. Penjelasan kedua pandangan inilah menjadi dasar penting untuk memperbaiki kondisi lingkungan, terutama yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang bergantung dari SDH.
LSM peduli lingkungan di Indonesia sangat banyak jumlahnya, tetapi gerakan lingkungan belum mendapat posisi yang diharapkan di negara Indonesia ini. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1972 telah mendukung gerakan lingkungan hidup, tetapi pemerintah pula yang tidak konsekuen dengan gerakan tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup sudah ada sejak PELITA III dan tidak menghasilkan apa-apa dalam rangka mencegah kerusakan lingkungan hidup. Pertanyaan mendasarnya adalah Mengapa Gerakan Lingkungan GAGAL di Indonesia? LSM yang bergerak di lingkungan nyaris kehilangan peran “pressure” nya. Benarkah dugaan banyak orang bahwa gerakan LSM lingkungan tidak fokus dan nyaris kehilangan arah? LSM Gita Pertiwi perlu melakukan refleksi kritis terhadap perannya dalam kontek gerakan lingkungan di Indonesia, pembelaan pada masyarakat yang peduli lingkungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang ramah lingkungan. Sudah sampai mana capaiannya.
Kemitraan berbasis sosial ekonomi dan lingkungan kelihatannya merupakan satu model alternatif yang perlu di coba oleh Gita Pertiwi dalam mengembangkan desa Sobo dan desa Sambeng. Artinya mengembangkan model pengelolaan hutan Pangkuan Desa yang di gagas masyarakat, Gita Pertiwi, yang di dukung oleh Perhutani, sudah merupakan kemajuan besar. Tinggal saja beberapa hal perlu di dorong untuk mengimplementasikan model tersebut, yaitu antara lain:
(1) Konkritisasi model ekonomi kerakyatan
Model ekonomi kerakyatan harus menjadi perhatian utama dalam mengembangkan kemitraan masyarakat, LSM, dan Perhutani. Kegiatan penanaman tumpangsari, tanaman keras kehutanan yang komersial (jati, sengon, gmelina, dll) daur pendek perlu mendapat perhatian serius, sebab lahan kosong sudah menjadi luas dan belum dapat diatasi secara baik.
Selain penanaman, pemasaran dan industri perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan ekonomi rakyat desa-desa sekitar hutan. Pemasaran sangat penting untuk menampung hassil produksi. Bisnis kayu harus memikirkan jenis kayu apa yang berdaur pendek dan memilki daya jual yang menarik dan menguntungkan. Pengembangan industri hilir sangat diperlukan untuk mengembangkan hutan desa dan hutan rakyat. Pihak Perhutani, masyarakat dan LSM harus memikirkan dan mendiskusikan peluang-peluang pasar dari komoditas yang akan dihasilkan. Sistem pembagian manfaat semua pihak yang terlibat dalam pengembangan ekonomi rakyat desa hutan perlu dijelaskan sejak awal.
(2) Reduksi peran politik pemerintah atas SDH dan Lingkungan
Sebagai persyaratan mengurangi kewenangan pemerintah pusat dalam rangka otonomi daerah, maka dominasi negara / pemerintah atas pemanfaatan SDH harus direduksi sedemikian rupa. Kemitraan yang berkeadilan terhadap masyarakat dan lingkungan harus dimulai dengan cara pemerintah mengakui eksisitensi masyarakat bahwa mereka sesungguhnya jika ada kesempatan akan mampu juga mengelola hutan dengan lestari. Harus diakui pula bahwa di banyak tempat di Indonesia ini, kelompok-kelompok masyarakat memang sangat memerlukan bimbingan dari pihak pemerintah, perguruan tinggi, dan LSM.
Membaca situasi di atas, khususnya bercermin kepada kegiatan LSM Gita Pertiwi, maka tantangan berat bagi Gita Pertiwi adalah bagaimana caranya mendorong isu ekonomi dan pasar yang ramah lingkungan, mampu dikembangkan secara seimbang. Gita Pertiwi harus tetap berada di depan untuk melakukan kritik kepada ragam kebijakan pemerintah dan Perhutani yang tidak sesuai dengan semangat ekonomi kerakyatan dan mengabaikan kepentingan lingkungan. Mereduksi kewenangan pemerintah sehingga mampu mendorong pembebasan masyarakat dari penindasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar